Hari demi hari telah berlalu, Ramadhan nan Suci juga terus berlalu. Masa perawatan intensif hati ini tidak lama lagi berakhir. Selanjutnya hari-hari ini akan dihamparkan di pengadilan Rabbul Izzati untuk diperhitungkan setiap menit dan detiknya. Hari-hari kita saat ini adalah waktu yang tepat untuk membuktikan kekuatan menahan keinginan dan perasaan, kesetiaan dalam ucapan, kesejatian dalam sikap, dan ketabahan dalam melaksanakan komitmen yang sudah diputuskan. Bila saat ini kalah, maka alangkah susahnya mengharap kemenangan sejati di bulan-bulan lainnya. Sebab “Barang siapa yang luput mendapat kebaikan di bulan ini sungguh ia telah luput dari mendapat banyak kebaikan.”
Keinginan utama diri ini memang untuk menjalankan tugas sebagai hamba Allah dengan sebaik-baiknya. Namun dunia ini masih saja indah di depan mata. Setan tak henti-hentinya berusaha menggelincirkan anak cucu Adam, sesuai dengan komitmen yang ia ikrarkan di hadapan Allah “Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik [perbuatan ma’siat] di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba Engkau yang beroleh taufiq di antara mereka”. (Q.S. Al-Hijr: 39-40).
Adalah sebuah hal yang pasti kita termasuk dalam lingkup “Ajma’in” (semua orang) yang akan digelincirkan oleh setan, dan sama sekali belum ada jaminan untuk masuk dalam golongan mereka yang “mukhlashin’ (yang mendapat taufiq untuk selalu melaksanakan ketaatan). Sehingga diri inipun jatuh-bangun melawan keinginan nafsu yang tak pernah berhenti menggoda.
Di saat diri bergelimang dosa, ketaataan pun jarang dilakukan. Hidup dipenuhi hal-hal yang tidak bermanfaat untuk hari esok di akhirat. Sekali melakukan kebaikan, diri ini tidak ikhlas: full riya dan mengharapkan sesuatu yang lain. Sehingga tidak ada lagi yang bisa diharapkan. Padahal masa berbuat itu terbatas. Hidup ini ada ujungnya. Dan ketika semuanya telah berakhir, akan ada suatu hari yang pasti; ketika semua harapan telah tertutup, ketika tidak ada naungan selain naungan-Nya, tidak ada pertolongan selain pertolongan-Nya, maka “Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung.” (Q.S. Ali Imran: 185).
Semua ada konsekuensi logisnya. “Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik [surga] dan tambahannya. Dan muka mereka tidak ditutupi debu hitam dan tidak [pula] kehinaan. Mereka itulah penghuni surga, mereka kekal di dalamnya. Dan orang-orang yang mengerjakan kejahatan [mendapat] balasan yang setimpal dan mereka ditutupi kehinaan. Tidak ada bagi mereka seorang pelindungpun dari [azab] Allah, seakan-akan muka mereka ditutupi dengan kepingan-kepingan malam yang gelap gulita. Mereka itulah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (QS. Yunus: 26-27).
Sungguh, sejak awal Ramadan kesempatan untuk menjadi orang yang paling beruntung sudah terbuka lebar. Peluang terbebas dari neraka jahannam terbentang luas. Dalam hadis shahih, Rasulullah sudah menyatakan “Sesungguhnya Allah membebaskan sejumlah hamba-hambanya dari api neraka setiap siang dan malam di Bulan Ramadan“. HR. Al-Bazzar.
[agama.kompasiana.com]
Keinginan utama diri ini memang untuk menjalankan tugas sebagai hamba Allah dengan sebaik-baiknya. Namun dunia ini masih saja indah di depan mata. Setan tak henti-hentinya berusaha menggelincirkan anak cucu Adam, sesuai dengan komitmen yang ia ikrarkan di hadapan Allah “Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik [perbuatan ma’siat] di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba Engkau yang beroleh taufiq di antara mereka”. (Q.S. Al-Hijr: 39-40).
Adalah sebuah hal yang pasti kita termasuk dalam lingkup “Ajma’in” (semua orang) yang akan digelincirkan oleh setan, dan sama sekali belum ada jaminan untuk masuk dalam golongan mereka yang “mukhlashin’ (yang mendapat taufiq untuk selalu melaksanakan ketaatan). Sehingga diri inipun jatuh-bangun melawan keinginan nafsu yang tak pernah berhenti menggoda.
Di saat diri bergelimang dosa, ketaataan pun jarang dilakukan. Hidup dipenuhi hal-hal yang tidak bermanfaat untuk hari esok di akhirat. Sekali melakukan kebaikan, diri ini tidak ikhlas: full riya dan mengharapkan sesuatu yang lain. Sehingga tidak ada lagi yang bisa diharapkan. Padahal masa berbuat itu terbatas. Hidup ini ada ujungnya. Dan ketika semuanya telah berakhir, akan ada suatu hari yang pasti; ketika semua harapan telah tertutup, ketika tidak ada naungan selain naungan-Nya, tidak ada pertolongan selain pertolongan-Nya, maka “Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung.” (Q.S. Ali Imran: 185).
Semua ada konsekuensi logisnya. “Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik [surga] dan tambahannya. Dan muka mereka tidak ditutupi debu hitam dan tidak [pula] kehinaan. Mereka itulah penghuni surga, mereka kekal di dalamnya. Dan orang-orang yang mengerjakan kejahatan [mendapat] balasan yang setimpal dan mereka ditutupi kehinaan. Tidak ada bagi mereka seorang pelindungpun dari [azab] Allah, seakan-akan muka mereka ditutupi dengan kepingan-kepingan malam yang gelap gulita. Mereka itulah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (QS. Yunus: 26-27).
Sungguh, sejak awal Ramadan kesempatan untuk menjadi orang yang paling beruntung sudah terbuka lebar. Peluang terbebas dari neraka jahannam terbentang luas. Dalam hadis shahih, Rasulullah sudah menyatakan “Sesungguhnya Allah membebaskan sejumlah hamba-hambanya dari api neraka setiap siang dan malam di Bulan Ramadan“. HR. Al-Bazzar.
[agama.kompasiana.com]
perbanyak doa dan amalan yang istimewa di bulan Ramadan ini...
BalasHapusmain balik ya gan...
Alhamdulillah sebelum ramadhan berlalu ane sempet melakukan syukuran sob..
BalasHapusmampir blog ku yah.. :)
smog kt dpt berjumpa lagi di ramadhan yg akan datang,..
BalasHapus