Beraksi ala Bond hingga Kuasai Teknologi Canggih
Aksi penyadapan dilakukan dengan motif beragam. Di antaranya, ekonomi, politik, ilmu pengetahuan, dan perdagangan. Karena itu, para agen atau sandiman (ahli sandi/pejabat sandi) harus mengenyam pendidikan khusus dan menguasai bidang teknologi.
Bagi agen intelijen atau sandiman, tantangan untuk mengamankan informasi pada era sekarang semakin berat. Sebab, alat-alat yang digunakan untuk menyadap informasi juga makin canggih. ''Baru-baru ini saya ditawari alat-alat penyadapan oleh sebuah perusahaan di Italia, bentuknya bermacam-macam,'' jelas ahli ilmu kriptografi (persandian) Sugianto Hadiwibowo.
Misalnya, alat sadap berupa pemancar berbentuk adapter listrik. Frekuensinya VHF 146-170 MHz. Jarak kontrol 100 meter dalam kondisi normal. Ukurannya persis adapter listrik umumnya dan berfungsi normal. Ada juga pemancar berbentuk kalkulator yang bisa dikontrol dari jarak 150 meter di tempat terbuka. Ukurannya bervariasi, bergantung pada model kalkulatornya. Dilengkapi dengan dua buah baterai biasa 1,5 volt, daya 5 mw, dan durasi 72 jam, kalkulator itu berfungsi normal. Di Italia bisa
dibeli dengan harga 470 euro (sekitar Rp 6,6 juta dengan kurs 14.000).
Ada lagi pemancar berbentuk mouse dengan microphone sensitive, memiliki frekuensi UHF 399-405 MHz, dan berukuran seperti mouse kabel USB biasa. Sekilas, mouse ini berfungsi normal dalam PC. Ada juga pemancar berbentuk koin yang bisa dipasang di handset telepon. Bekerja dalam frekuensi VHF 145-170 MHz serta jarak kontrol 300 meter dalam kondisi normal dan 500 meter di tempat terbuka. Bentuknya kecil, hanya berukuran 35 x 15 x 4 mm.
Teknis penyadapan dengan pemancar itu memerlukan keahlian khusus untuk menyusup dan memasang di lokasi yang tidak terdeteksi si target (rumah, kamar kerja, kantor, dsb). Biasanya untuk mengoperasikan alat itu, tim penyadap membutuhkan mobil khusus untuk mengolah data yang dipancarkan dalam jarak tertentu. KPK juga mempunyai mobil operasional semacam itu.
Untuk mengambil gambar tanpa diketahui sasaran, Hadi juga mendapat banyak tawaran kamera rahasia. Misalnya, mikrokamera dalam dasi. Ultramini kamera itu dilengkapi mikrofon dan night vision. Alat itu bekerja dalam frekuensi 1,2-2,4 GHz dan dioperasikan dengan daya arus baterai 12 volt. Di Italia, harganya 430 euro (Rp 6,1 juta).
Ada juga telekamera berbentuk kancing jas yang dapat merekam sampai sudut 90 derajat, resolusi horizontal 380 TV line. Ukurannya hanya 22 x 15 x 16 mm. Alat perekam diam-diam ala film James Bond juga ada. Misalnya, perekam suara berbentuk jam tangan. Alat itu bisa merekam hingga durasi rekaman sembilan jam dalam bentuk MP3, dengan jarak rekam hingga 5 meter.
Ada juga perekam suara digital berbentuk pena dengan durasi rekaman delapan jam dalam bentuk file MP3 dan WMA. Hasilnya dapat ditransfer ke PC (personal computer) dengan port USB dan yang penting pena ini bisa digunakan untuk menulis. ''Jadi, suara bisa disadap dengan bulpoin dan wajah bisa difoto diam-diam dengan dasi. Selain itu, ada bentuk-bentuk seperti liontin kalung, jam dinding, telepon seluler, jam meja, kalender meja, dan sabuk," katanya.
Untuk mendapatkan alat-alat itu tidak terlalu sulit. Sebagian di antara alat tersebut sudah dijual bebas di Indonesia. ''Namun, peralatan yang sudah melampaui kewenangan penggunaan masyarakat umum, misalnya alat pengendali satelit, alat komunikasi taktis militer, dan pemancar dengan sinyal yang kuat atau berupa senjata mematikan, tentunya membutuhkan izin khusus. Baik pembelian maupun penggunaannya,'' terangnya.
Tak hanya ditawari alat-alat untuk menyadap, pria yang sekarang berdinas sebagai atase tituler di Kedutaan Besar RI di Roma itu juga disodori proposal alat-alat kontra penyadapan. "Padahal, potongan saya jauh banget dari James Bond," katanya. Alat itu digunakan untuk mendeteksi bug (alat sadap yang kecil) dikenal dengan sebutan superbroom, tersedia dalam berbagai tipe.
Superbroom merupakan pendeteksi nonlinear (NLJD - non linear junction detector), bekerja seperti radar yang mempunyai 3 antena bahwa antena pertama sebagai transmitter dan dua antena yang menjadi receiver untuk menganalisis reaksi dari frekuensi harmonik kedua dan ketiga yang dipantulkan target. Operator dapat mengidentifikasi sebuah target adalah benda elektronik atau alat sadap berdasarkan perbedaan frekuensi pantulan yang ditangkap.
Atau, alat pengganggu GSM atau dikenal sebagai GSM jamming. Alat itu dapat mengganggu semua frekuensi yang digunakan GSM (frekuensi 860, 885, 925, 965 MHz /1.800-1.950 MHz ). Begitu juga terhadap frekuensi 3G,yakni 2.100-2.200 MHz. Dapat digunakan dalam situasi tertentu atau dapat pula dalam area yang luas dengan jarak 100-300 meter. Ukuran relatif kecil 308 ?86 x 53 mm dan berat empat kg. Harganya di Italia 2.300 euro (sekitar Rp 32.200.000).
Ada juga satu paket lengkap yang disebut Countersurveillance Probe Monitor. Alat yang dikemas dalam bentuk seperti tas koper itu mampu memberitahukan keberadaan telepon tersembunyi, bugs, dan mikrofon yang tidak aktif dengan amplifier yang sangat sensitif.
Alumnus Akademi Sandi Negara pada 1991 tersebut juga berbagi kiat mengamankan informasi di situsnya yang beralamat di http://hadiwibowo.wordpress.com. ''Hal utama yang membuat seseorang tidak terlalu peduli atau bahkan tidak mengerti dengan keamanan data-datanya adalah karena tidak terasanya serangan yang ditujukan kepada data-data kita, tau-tau data-data kita rusak atau termanipulasi atau hilang," katanya.
Atau merasa bahwa pengamanan itu mahal dan tidak menguntungkan, bahkan merepotkan. ''Padahal, sebenarnya mengamankan data itu bisa dilakukan dengan sederhana, asal disiplin,'' jelas Hadi. Misalnya, selalu menyimpan dokumen penting dan rahasia di tempat yang tertutup dan terkunci. Minta kembali kopi dokumen dan hancurkan bila telah tidak diperlukan lagi.
Bila hendak mengirim/menerima dokumen rahasia melalui faksimile, lakukan dengan faksimile pribadi atau bersandi.
wah tambah ilmu nih.kayaknya memang disiplin itu lebih perlu, lagian juga murah.
BalasHapus