SYAIKH Al-Asma'i r.a. bercerita pada suatu musim haji, ia menuju ke kota Makkah untuk berhaji dan berencana juga ke Madinah hendak menziarahi makam Rasulullah s.a.w. Namun, di tengah perjalanan, ia dihadang seorang Arab badwi, di tangannya ada sebilah pedang besar, yang digenggamnya, dan pada bahunya tergantung busur panah beserta anak panahnya. Orang badwi itu mendekatinya dan bermaksud untuk merampas segala apa yang ia miliki. Dengan penuh perasaan takut dan bimbang, ia segera mengucapkan salam kepadanya, dan dengan heran Arab Badwi itu membalas salamnya seraya bertanya:
"Dari manakah engkau ini?"
"Saya dari tempat yang jauh, ingin pergi ke Baitullah serta ziarah kepada Rasulullah," jawabku.
"Mana barang-barangmu?" tanya badwi itu pula.
"Saya adalah seorang fakir dan tak memiliki harta yang berharga apa pun," jawab Syaikh tersebut.
"Apakah pekerjaanmu?" dia bertanya pula.
"Aku adalah guru mengaji AI-Quran bagi anak-anak di kampung."
"Apakah AI-Quran itu?" dia bertanya lagi. Rupanya dia tidak tahu AI-Quran.
"Kau tak tahu AI-Quran?" aku bertanya kepadanya.
"Jangan tanya aku, jawab pertanyaanku?" dia membentak.
"Baiklah, baiklah!" kataku. "Al-Quran adalah firman Allah s.w.t."
"Adakah Allah itu berfirman?"
"Benar, Allah s.w.t. berfirman."
"Cobalah bacakan kepadaku di antara firmannya!"
Saya pun membaca ayat berikut: Maksudnya: 'Dan dari langit (turun) rezekimu dan apa yang dijanjikan.' (Az-Zariyat: 22)
"Dari manakah engkau ini?"
"Saya dari tempat yang jauh, ingin pergi ke Baitullah serta ziarah kepada Rasulullah," jawabku.
"Mana barang-barangmu?" tanya badwi itu pula.
"Saya adalah seorang fakir dan tak memiliki harta yang berharga apa pun," jawab Syaikh tersebut.
"Apakah pekerjaanmu?" dia bertanya pula.
"Aku adalah guru mengaji AI-Quran bagi anak-anak di kampung."
"Apakah AI-Quran itu?" dia bertanya lagi. Rupanya dia tidak tahu AI-Quran.
"Kau tak tahu AI-Quran?" aku bertanya kepadanya.
"Jangan tanya aku, jawab pertanyaanku?" dia membentak.
"Baiklah, baiklah!" kataku. "Al-Quran adalah firman Allah s.w.t."
"Adakah Allah itu berfirman?"
"Benar, Allah s.w.t. berfirman."
"Cobalah bacakan kepadaku di antara firmannya!"
Saya pun membaca ayat berikut: Maksudnya: 'Dan dari langit (turun) rezekimu dan apa yang dijanjikan.' (Az-Zariyat: 22)
Tanpa saya sangka-sangka, tiba-tiba orang itu membuang pedang dan busur beserta anak panahnya. Dia tampak seperti orang yang ketakutan sekali, Ialu berkata:
"Oh, alangkah celakanya hidup sebagai perompak, merampas hak orang. Dia telah mengkhianati rezekinya yang telah ditentukan oleh Allah di langit, sedang ia mencari-carinya di bumi," katanya dengan sungguh-sungguh. Saya juga takjub, bagaimana cepatnya dia berubah. Ternyata orang badwi itu sangat menyesali segala perbuatannya yang terdahulu, dan berjanji akan meninggalkan segala perbuatan yang kejam itu, dan bermaksud akan bertaubat.
Saya pun gembira sekali mendengar pernyataan dan janji orang badwi itu. la kembali kepada Islam dengan ketulusan hati, dan meminta agar saya mengajarya untuk bersholat dan melakukan ibadat-ibadat yang lain. Saya lalu melakukan segala permintaannya dengan senang hati, sehingga ia menjadi seorang yang cukup kenal akan liku-liku agamanya.
Pada tahun berikutnya, pada Syaikh Al-Asma'i r.a. bertawaf mengelilingi Ka’bah, ia melihat seorang lelaki tua yang tampak kesalihannya datang mendekati dirinya., lalu mengucapkan salam. Syaikh membalas salamnya dan cuoba mengingat-ingat siapa gerangan orang tersebut.
Sebelum memori Syaikh Al-Asma'i r.a. mendapatkan siapa lelaki tersebut, si lelaki tua itu berkata kepadanya:
"Bukankah tuan ini teman saya pada tahun yang lalu?" Si Syaikh kembali coba mengingat-ingatkan dirinya sambil memperhatikan paras wajah si lelaki itu, sehinggalah akhirnya ia teringat. Dialah orang badwi yang sempat ia ajarkan akan Islam.
"Oh, benar. Saya hampir lupa, dan anda datang lagi ke mari tahun ini?" si Syaikh bertanya kepadanya pula. la mengiyakannya, Ialu berkata:
"Tuan! Tolonglah bacakan kepadaku suatu firman Allah yang lain!" pintanya.
Si Syaikh memenuhi permintaannya dengan membacakan firman Allah yang berbunyi:
“Demi Tuhan langit dan bumi, sesungguhnya benarlah apa yang engkau katakan” (Az-Zariyat: 23)
Orang badwi itu mendengarkannya dengan khusyuk, lalu mengangkat kepalanya seraya berkata:
"Tuan! Mengapa Allah sampai bersumpah begitu?"
Kemudian dia berdoa pula: "Ya Allah! Ampunilah segala dosa-dosa hamba selama ini. Selesai dari berdoa, saya lihat dia menangis dengan tersengguk-sengguk, danakhirnya dia jatuh pingsan. Si Syaikh segera menyambutnya dan menidurkannya di atas pangkuanku. Tidak lama sesudah itu, ternyata si Arab Badwi itu telah pulang ke rahmatullah.
Si Syaikh merasa sangat sedih sekali, lalu menangis. Kemudian ia berkata di dalam hatinya: Alangkah bahagianya orang ini. Kehidupannya yang begitu panjang berlumuran dengan dosa diakhiri Tuhan dengan kesadaran serta keshalihan. Dia kembali kepada Allah setelah bertaubat dan memohon keampunan terhadap segala perbuatannya yang telah berlalu. Demikianlah Allah memberikan petunjuk kepada hamba yang dikehendakinya.
Kisah ini menceritakan tentang seseorang yang kehidupannya berlumuran dosa tetapi ia mati dalam keadaan khusnul khatimah. Ia telah diberi hidayah oleh Allah dengan hanya mendengar firman Allah SWT. Sementara kita, terkadang sering membaca firman Allah tersebut tetapi jarang tersentuh untuk melaksanakan firman Allah itu. Oleh karena itu, selalulah kita berdoa agar kematian kita diakhiri dengan kematian yang baik (khusnul khatimah) bukan sebaliknya kematian yang jelak (su’ul khatimah).
Tidak ada yang tahu, akankah ia termasuk orang-orang yang beruntung atau merugi. Tetapi yakinlah, jika kita benar-benar melaksanakan perintah Allah dengan ikhlas, pasti Allah akan membalas keikhlasan kita itu dengan rahmat dan kasih sayangnya.
Oleh :
H. Ali Murthado
Redaktur Harian Analisa
0 komentar:
Posting Komentar