Bahkan seringkali pemakai busana muslimah ini (kerudung lengkap dengan jilbabnya), dianggap kuno dan nggak nyetel dengan perkembangan jaman (walah, kalo ukuran modern adalah irit kain dalam berbusana, orang-orang Suku Asmat lebih modern dong, karena mereka cuma pake koteka doang?). Bagi muslimah yang termakan propaganda seperti ini, akhirnya mencoba berbaur dengan budaya yang ada. Pengen tetep mengenakan busana muslimah, tapi juga modis dan nggak mau dianggap aneh, maka maraklah pengguna busana muslimah yang nggak ngikut aturan Islam. Misalnya, pake kerudung doang, sementara tubuhnya nggak ditutupi jilbab, tapi malah mengenakan pakaian ketat baik baju maupun celana panjang. Ciloko!
Begitu pula ketika seorang Muslim yang mempertahankan keislamannya di tengah berserakannya ide sekularisme dijual di pasar bebas kehidupan, kerap disindir: “Jangan sok suci!” “Jangan sok alim!”, begitu kira-kira umpatan banyak orang kepadanya ketika ia tidak mau berbuat maksiat. Ia tetap tegar dengan keyakinannya meski harus menelan cemoohan dan sindiran dari pihak yang benci Islam. Ya, ternyata berpegang teguh kepada ajaran Islam dalam kondisi seperti saat ini, di tengah kehidupan sekularisme, menjadi sangat terasing dan dianggap aneh.
Sobat muda muslim, sebenarnya siapa pun boleh mengklaim dirinya paling benar. Tapi masalahnya, pasti kita bakalan bingung menentukan siapa yang benar dan paling benar kalo nggak ada batasan dan ukurannya. Iya nggak? Nah, sebagai muslim tentu aja standar kebenaran itu hanyalah Islam. Bukan yang lain. So, semua hal wajib disesuaikan dengan ajaran Islam. Baik-buruknya, terpuji-tercelanya, dan halal-haramnya harus pake aturan Islam. Sebab, Islam adalah cara hidup kita.
Oya, nggak perlu khawatir dianggap aneh, selama yang kita pegang adalah kebenaran Islam. Tak perlu minder apalagi patah semangat, selama yang kita yakini adalah Islam. Justru menjadi orang-orang yang dianggap aneh atau terasing dalam komunitas yang menurut ajaran Islam justru dianggap komunitas yang aneh adalah sebuah kenikmatan tersendiri. Bahkan Rasulullah saw. memuji orang-orang yang terasing dalam kehidupan yang rusak. Rasulullah saw. bersabda: “Islam bermula dalam keadaan asing. Dan ia akan kembali menjadi sesuatu yang asing. Maka beruntunglah orang-orang yang terasing itu.” (HR Muslim no. 145)
Dalam hadis lain, Rasulullah saw. memberikan kabar gembira kepada kaum Muslimin yang senantisa bersabar dalam menghadapi godaan dan rayuan kehidupan yang akan memalingkan dirinya dari Islam. Sabda beliau: “Sesungguhnya di belakang kalian ada hari-hari yang memerlukan kesabaran. Kesabaran pada masa-masa itu bagaikan memegang bara api. Bagi orang yang mengerjakan suatu amalan pada saat itu akan mendapatkan pahala lima puluh orang yang mengerjakan semisal amalan itu. Ada yang berkata,’Hai Rasululah, apakah itu pahala lima puluh di antara mereka?” Rasululah saw. menjawab,”Bahkan lima puluh orang di antara kalian (para shahabat).” (HR Abu Dawud, dengan sanad hasan)
Subhanallah. Rasulullah saw. memberikan penghargaan yang luar biasa kepada kita yang bisa bertahan dalam kondisi yang rusak ini. Meski hidup di tengah kemaksiatan, kita nggak tergoda untuk ikut larut dalam kehidupan yang rusak dan bejat. Malah sebaliknya bertahan dengan memeluk ajaran Islam sepenuh hati dan sekuat tenaga. Tak akan melepaskannya selama hayat masih dikandung badan. Semoga kita menjadi orang-orang yang senantiasa menjaga diri dan berusaha untuk tetap istiqomah dalam kebenaran bersama Islam. Meski taruhannya adalah dianggap aneh atau bahkan diasingkan. Bukan hanya kita, tapi juga ajaran Islam yang kita peluk erat saat ini dianggap asing oleh mereka yang membenci Islam. Bersabarlah, sobat. Allah Swt. bersama dengan orang yang beriman kepadaNya dengan penuh keyakinan, beramal shalih dan bersabar.
Iman harus tetap hidup
Ketika cahaya iman tetap menyala dalam hati dan pikiran kita, insya Allah kita tak akan pernah berada dalam kegelapan. Iman akan hidup dan memberikan tenaga bagi kita untuk memandu ke jalan yang benar. Kita tak akan pernah terpengaruh dengan kerusakan yang melingkari kehidupan kita.
Ibarat ikan yang hidup di air laut yang penuh dengan garam. Air laut yang asin itu, selama ikan masih hidup bisa bergerak ke sana kemari, asinnya air laut tak akan mampu meresap ke dalam tubuhnya. Tapi begitu ikan mati, maka air laut yang asin itu akan dengan mudah menyusup ke dalam tubuhnya. Sehingga tubuh ikan itu menjadi asin.
Seorang Muslim yang keimanannya tetap hidup dalam dirinya, insya Allah tak akan mudah larut dalam kehidupan yang rusak. Oya, harus dipahami bahwa keimanan itu harus kita pelihara terus. Bagaimana cara memelihara agar iman tetap hidup?
“Iman itu kadang bertambah dan kadang berkurang,” begitu sabda Rasulullah saw. Itu memang benar. Tapi Rasulullah saw. melanjutkan dalam hadis tersebut adalah, “iman bertambah dengan taat, dan iman bekurang dengan maksiat.”
Ya, ketika kita berbuat maksiat, maka tentu saja keimanan kita telah turun atau berkurang. Cepatnya pengurangan tergantung jenis kemaksiatan dan banyaknya kemaksiatan yang kita lakukan. Begitu pula bertambahnya keimanan akibat kita taat. Seberapa cepat bertambahnya? Itu bergantung jenis dan banyaknya ketaatan yang kita lakukan.
Itu sebabnya, nyalakan terus cahaya keimanan dalam hidup kita agar senantiasa menjaga kita. Bagaimana agar cahaya keimanan tetap menyala? Para sahabat, generasi awal kaum Muslimin yang berhasil dididik Rasulullah saw. mengaitkan aktivitas berpikir dengan keimanan. Mereka menjelaskan bahwa, “Cahaya dan sinar iman adalah banyak berpikir” (Kitab ad-Durrul Mantsur, Jilid II, hlm. 409)
Jadi, agar cahaya iman kita tetap menyala dalam kehidupan kita, banyaklah berpikir. Berpikir adalah proses terakhir setelah kita tahu dan belajar. Sebab, jika kita hanya tahu saja tentang Islam, tapi belum menyempatkan diri untuk belajar, maka besar kemungkinan kita tak akan pernah bisa mencapai derajat berpikir. Jadi, biasakan kita melalui proses KLT (Knowing, Learning, and Thinking: tahu, belajar, dan berpikir).
Jika kita tahu bahwa Islam mengajarkan kebaikan, maka kita akan belajar tentang kebaikan itu, dan berusaha untuk memikirkan bagaimana menyampaikan kebaikan itu kepada orang lain. Inilah yang insya Allah akan menjadikan cahaya iman tetap menyala bagi kita. Kita bukan hanya berusaha menyelamatkan diri sendiri, tapi berupaya juga menyelamatkan orang lain agar bisa menerima cahaya iman. Sehingga akan banyak orang yang berbuat untuk memelihara keimanan ini agar tetap hidup dalam diri mereka. Kita semua sebagai kaum Muslimin. Insya Allah.
Penyebab Islam terasingkan
Ada dua faktor yang bisa dianggap sebagai penyebab Islam menjadi terasing. Pertama, dari faktor internal. Kedua, dari faktor eksternal.
Apa saja faktor internal yang menyebabkan Islam terasingkan? Pertama, kaum Muslimin yang malas belajar. Ini akan menyebabkan kaum Muslimin tidak mengenal dan memahami, serta mengamalkan ajaran Islam dengan baik dan benar. Ya iyalah, gimana mau mengamalkan ajaran Islam, wong dirinya aja nggak paham dengan ajaran Islam. So, jangan malas belajar ya.
Kedua, tidak terjalin ukhuwah dengan benar antar kaum Muslimin. Meski kelihatan bersama, tapi kaum Muslimin nggak bersatu. Jadinya, ya jalan masing-masing deh. Mereka yang aktif berdakwah seringnya dicuekkin, yang aktif maksiat juga nggak mau diingatkan. Oya, yang lebih parah sesama aktivis dakwah malah nggak akur. Halah! Padahal bersaudara itu adalah sebuah kenikmatan dari Allah Swt. Jika kita bersama dan bersatu, insya Allah kita akan terlihat sebagai kekuatan yang besar. Firman Allah Ta’ala:
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayatNya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.” (QS Ali Imran [3]: 103)
Ketiga, sedikit atau bahkan hilangnya aktivitas dakwah. Ini akan menjadi faktor pelemah kekuatan Islam karena Islam tidak tersebar dan tidak diketahui banyak oleh kaum Muslimin (dan juga nonMuslim).
Keempat, berhentinya proses ijtihad. Ini menjadi bencana bagi kaum Muslimin karena banyak masalah baru nggak bisa terpecahkan dengan benar dan baik.
Kelima, hancurnya daulah Khilafah Islamiyah, sehingga nggak ada pelindung bagi kaum Muslimin. Akibatnya kaum Muslimin hidup dalam ‘kesendirian’ mereka masing-masing setelah induknya dibuang. Saat ini, kita terkotak-kotak di lebih dari 50 negara kecil yang tak memiliki kekuatan berarti karena disekat oleh nasionalisme. Nasionalisme telah membuat kaum Muslimin di masing-masing negara tak mau peduli dengan saudaranya yang berbeda negara. Menyedihkan banget!
Sobat, adapun faktor eksternal penyebab Islam menjadi terasing adalah upaya musuh-musuh Islam untuk menghancurkan Islam melalui perang pemikiran dan budaya (ghazwul fikri dan ghazwuts tsaqafiy). Sehingga kaum Muslimin menjadi gamang dalam hidup bahkan sebagian besar merasa minder menyandang predikat Muslim. Mereka takut terasing dan akhirnya larut bersama kehidupan yang rusak: jadi hedonis dan permisif.
Itu sebabnya, mari kita bekerjasama untuk segera bangkit dari kondisi ini. Harus segera sadar, tahu, dan mau mengamalkan dan memperjuangkan Islam, tentu agar Islam tidak asing dan kaum Muslimin tidak merasa terasingkan. Kobarkan semangat dan tetap istiqomah bersama Islam. Allahu Akbar!
0 komentar:
Posting Komentar