Pemandangan kayak gitu klop dengan kondisi yang terjadi di negeri zamrud katulistiwa ini. Kita bisa liat sinetron kita akhir-akhir ini full body contact. Emang sih nggak seheboh smack down atau WCW, tapi kekerasan yang diperliatkan di teve, dibungkus dengan cerita yang pastinya bikin pemirsa penasaran di tiap episodenya. Sehingga nggak salah kalo ibu, adik atau kakak kita keranjingan nungguin jam tayang sinetron tersebut.
Dari sisi cerita sebenarnya nggak beda dengan sinetron-sinetron pendahulunya, yang semuanya bicara tentang rasa iri, benci yang berubah menjadi nafsu untuk memusnahkan atau menghilangkan nyawa orang yang dibencinya.
Sebut aja sinetron ?Bidadari?. Si Lala, tokoh yang diperankan dengan karakter lembut, penurut, baik hati ternyata harus punya musuh bebuyutan Jesica, yang selalu usil untuk mencelakakan Lala. Jesica yang selalu ditemani mahluk yang bernama ratu iblis, Pernah di salah satu episode, dengan melalui tangan temannya, mencederai wajah lala, yang akibatnya Lala masuk rumah sakit dan wajahnya bopeng terkena cairan kimia. Gimana, gila khan?
Belum lagi sinetron ?inikah rasanya? yang diputar SCTV, selalu saja di tiap episodenya kekerasan bukan hanya jadi bumbu sinetron, tapi jadi menu utama. Ya, ceritanya hampir sama, apalagi kalo bukan urusan cinta dan cemburu. Saking cemburunya sama Nadia, karena dia dianggap menghalangi cintanya dengan Jaksen, sampe-sampe nadia hampir dibunuh. Bahkan di episode yang lain, nadia mendapatkan musuh tidak hanya dari temannya, tapi juga dari tantenya yang selalu ingin mencelakai dirinya. Usaha tantenya selalu berbuntut kegagalan, malah bukan nadia yang terbunuh tapi teman-temannya nadia yang jadi korbannya. Gimana, bunuh membunuh dalam sinetron remaja kita udah biasa lho.
Trus ada juga sinetron ?tangisan anak tiri?, yang jelas mengadopsi cerita yang serupa.
Well, masih banyak lagi prend kalo mo disebutin satu per satu. Selain mungkin nggak cukup disebutin disini, juga karena mungkin penulis nggak sempat nonton semua sinetron yang ditayangkan oleh semua teve.
Otak = Asbak
Di rumah kita, kalo ada salah satu anggota keluarga yang merokok, pasti di meja tamu bakal ada asbak. Malahan kadang asbak nggak hanya jadi tempat buang puntung rokok. Asbak juga kadang jadi tempat sampah mini, sebab bungkus permen, kulit kacang, kadang masuk juga kesitu. Tapi ada yang buang uang 100 dollar disitu nggak ya? He?he?. Intinya asbak udah identik dengan puntung rokok. Dan kita nggak bisa bayangin kalo otak kita, diibaratkan asbak.
Nah, otak sebagian dari kita mungkin mirip-mirip asbak, artinya semua pikiran-pikiran rusak, bobrok, sampah masuk ke otak kita. Salah satu contohnya, pemikiran tentang HAM atau kekerasan. Kita sering berdemo meneriakkan tegakkan HAM, hukum pelanggar HAM, de el el. Tapi sebagai muslim apa kita tahu apa itu HAM? Jangan-jangan kita hanya bisa berteriak tapi nggak ngerti apa yang kita teriakkan itu benar atau salah. Sebagai muslim sebelum kita berbuat kudu ngerti apa status hukum dari perbuatan yang mo kita lakuin. Berkoar sana sini, jadi pembicara di forum dialog atau seminar tentang HAM, seaakan-akan kita tahu bahwa HAM itu bisa menyelamatkan manusia, bisa nyelesaian masalah kebrutalan, kekerasan yang selama ini terjadi.
Padahal kalo kita tahu HAM atau biasa disebut Human Rights merupakan inspirasi barat yang sengaja dibiuskan ke umat muslim agar mereka terlena akhirnya latah ikut meneriakkan HAM. Emang dalam Islam, kita nggak boleh melakukan penganiayaan, kekerasan, penindasan atau istilah islamnya mendholimi orang lain. Tapi bukan berarti, kita asal menyamaratakan aja dengan HAM yang dimodel oleh Barat. HAM bikinan barat, muncul dari asas berpikir yang sekular yakni memisahkan agama dari kehidupan. Jelas kalo kita mengadopsi HAM, itu artinya kita harus mau menyingkirkan agama dari campurtangan terhadap permasalahan HAM.
Misalnya aja HAM tentang kesetaraan gender antara pria dan wanita. Kalo orang Islam udah termakan isu HAM, tentu akan mengatakan bahwa wanita itu setara dalam segala hal dengan pria, termasuk dalam masalah perkawinan, perceraian atau hak waris. Tentu, kalo konsep itu dibawa ke ranah pemikiran Islam, pasti akan rusak tatanan syariat islam. Islam memposisikan wanita sebagai mahluk terhormat sesuai kodratiknya. Dia nggak wajib bekerja sebagaimana laki-laki. Dia nggak boleh jadi pemimpin (ra’is) dalam rumah tangga ataupun negara, baik karena secara hukum haram tapi emang secara kodrat wanita lemah untuk jadi pemimpin seorang laki-laki.
Demikian pula HAM tentang kekerasan. Tidak asal saja kita menuduh hukuman potong tangan, gantung, dirajam, qishosh merupakan potret kekerasan dalam Islam. Sehingga akhirnya kita emoh menerapkan syariat Islam karena ada bayangan kebodohan yang sengaja digambarkan oleh Barat lewat HAM. Padahal dengan hukuman itu seorang pencuri, pezina, koruptor bisa tuntas atau jera dan orang lain yang melihatnya jadi miris untuk ngelakuin yang serupa. Beda kalo hanya dihukum dengan penjara, atau bahkan ada yang dibebaskan karena saking kuat sogokannya kepada aparat hukum di negeri kapitalis seperti
Apalagi kalo bicara tentang kekerasan terhadap perempuan atau isteri. Orang yang diotaknya udah full dengan sampah HAM, pasti akan berkoar soal ini. Padahal kalo mereka ngeh, kenapa kekerasan terhadap perempuan itu terjadi adalah karena mereka selama ini menerapkan HAM. Kasus tentang kekerasan terhadap isteri, hanya bisa kita lihat di negeri kapitalis yang bangga mengadopsi HAM. Sehingga kalo mereka masih bisa berpikir logis, seharusnya yang mereka harus teriaki untuk dicemooh adalah konsep HAM itu sendiri, bukan malah membanggakan HAM. Ya nggak?
Asbak = Asal Bicara Jeplak
Itu kira-kira singkatan yang pas buat orang yang asal bicara jeplak tentang HAM. Di satu sisi mereka menginginkan negeri ini menegakkan HAM dan anti terhadap kekerasan tapi kenapa kita justru disuguhi sinetron-sinetron yang full mengumbar kekerasan dalam rumah tangga, seperti dicontohkan diatas tadi.
Sinetron model seperti itu justru malah jadi tuntunan masyarakat melakukan kekerasan. Hampir setiap hari kita disuguhin tayangan seperti itu. Dan gokilnya lagi, sinetron itu dikhususkan untuk remaja yang pada umuran segitu lagi mencari jati diri. Jelas aja, potret kekerasan di teve jadi nyata di kehidupan sehari-hari kita.
Jangan heran kalo kemudian kita melihat remaja jadi beringas, egonya tinggi, rasa bencinya meledak karena hanya gara-gara masalah sepele. Seharusnya apa yang mereka bicarakan tentang HAM bisa menyelesaikan masalah sepele seperti kasus sinetron itu. Nah, kalo masalah kekerasan di teve aja nggak bisa dihentikan dengan omong kosong HAM, apalagi menghentikan kekerasan dalam rumah tangga, kekerasan di pendidikan, kekerasan di daerah konfilik, de es be.
So, sebagai muslim kita musti ngaca dong. Pantas nggak, kita sebagai muslim mengadopsi ide bejat HAM, yang sudah jelas-jelas nggak bisa nyelesain masalah. Yang udah membikin kita terjerat dalam masalah kemanusiaan yang bikin kita bingung, mana ujung, mana pangkalnya. Kita sering terkecoh, apa yang ditawarkan oleh Barat. Dianggapnya apa yang dari barat itu modern, manusiawi. Padahal kita sudah sering tahu, kalo potret kehidupan barat yang amburadul, tapi kenapa kita masih percaya bahwa ide-ide dari Barat bisa mensejahterakan manusia?
Coba cicipi aja lah hidup diatur dengan aqidah islam. Mulailah dengan menempa diri dalam tsaqofah Islam, sebab hanya dengan ilmu, kita bisa tahu status hukum sesuatu yang akhirnya bikin kita bisa merasakan lezatnya diatur dengan Islam. Udah gitu, sebarkan ilmu yang kamu dapat ke masyarakat, agar masyarakat juga tahu bahwa hanya Islam yang bisa memanusiawikan kita. Sehingga akhirnya masyarakat akan menuntut agar wakil-wakilnya menerapkan syariat Islam dalam kehidupan bernegara. Sebagaimana pernah dicontohkan oleh khulafaur rasyidin dan generasi setelahnya. Segera !!!/zhu/
Jangan Sok ASBAK
ASBAK
,
HAM
,
Kemampuan Otak
Edit
0 komentar:
Posting Komentar